Awal tahun lalu, tempat saya cari uang mendatangkan beberapa rekan kerja dari kantor cabang di Amerika Selatan ke Indonesia. Simpelnya sih, pelatihan dan saling berbagi budaya. Tentunya mereka sendiri juga punya cara masing-masing di luar jam kerja untuk lebih dekat dengan budaya dan orang-orang Indonesia. Mengunjungi tempat wisata terkenal Indonesia dan kulineran jelas masuk agenda mereka.
Tentu saja jadi "kebetulan banget, nih!" karena saya pengen banget mengunjungi Bromo sejak beberapa bulan sebelumnya. Maka, awal Maret kami mempersiapkan trip Bromo bersama teman-teman dari Amerika Selatan.
Bedanya dengan trip Bromo sebelum-sebelumnya, kali ini saya memilih melihat matahari terbit dari Seruni Point.
Untuk mencapai Seruni Point, wisatawan butuh jalan kaki lumayan nanjak dan jauh karena parkir kendaraan ada di bawah. Beruntungnya, pemandu lokal kami yang juga supir hard top mengantarkan kami sampai ke titik teratas yang bisa dijangkau kendaraan bermotor. Ya biar nggak capek-capek amat ya...
Setelah itu, masih naik seribu anak tangga lagi untuk sampai ke latar Seruni Point. Apakah sebanding dengan pemandangannya? Tentu saja!
Sekadar info, Seruni Point ini biasanya digunakan untuk pemotretan dan acara-acara tertentu juga. Menurut pemandu lokal sih, kebanyakan wisatawan asing lebih suka melihat matahari terbit dari Seruni Point. Bedanya, wisatawan asing malah lebih suka jalan kaki dari penginapannya di desa terdekat yang menurutku itu jauuuh banget...
Puas melihat matahari terbit, kami kembali ke kendaraan untuk menuju lautan pasir Bromo dan sarapan. Setelah itu, berfoto-foto hingga matahari semakin terik!
Nah, untuk pemesanan tiket wisata TNBTS Bromo sudah via online lewat https://bookingbromo.bromotenggersemeru.org/. Sedangkan persewaan hard top bisa menghubungi jasa agen perjalanan terdekat dengan tarif mulai Rp600.000,00 tergantung lokasi penjemputan.
Kalau kamu, kemana trip terakhir sebelum pandemi COVID-19?